Retribusi
pengendalian lalu lintas atau yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal sebagai
road pricing atau disebut juga congestion pricing yang merupakan pungutan,
Kebijakan Road Pricing Untuk Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas, Jakarta
2010.yang diberlakukan kepada pengguna jalan yang memasuki suatu koridor atau
kawasan yang dilakukan untuk membatasi jumlah kendaraan yang melewati koridor
atau kawasan sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan kinerja lalu lintas
dan peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum.
Menurut penelitian Prasetyo dari
BPPT kerugian finansial akibat pemborosan bahan bakar adalah
sebagai berikut: data statistik jumlah kendaraan di DKI Jakarta pada tahun 2005
adalah sekitar 7,2 juta unit (Jakarta Dalam Angka, 2006), tidak termasuk
kendaraan yang masuk dari wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Dari jumlah
tersebut, kalau diambil gampangnya, 4 juta saja yang beroperasi, dengan asumsi
setiap unit kendaraan memboroskan 0,5 liter bahan bakar (setara premium) per
hari akibat kemacetan, maka total pemborosan adalah sebesar 2 juta liter/hari
atau sama dengan 2 juta x Rp. 4.500,- sama dengan Rp. 9 Milyar per hari, atau
sekitar Rp. 3,2 Triliun per tahun. Kerugian ini tidaklah sedikit sehingga
kebijakan retribusi pengendalian lalu lintas mendesak untuk diterapkan di
kota-kota besar Indonesia.
Singapura
merupakan salah satu negara yang pertama sekali menerapkan sistem ini, yang
diawali pada tanggal 2 Jun1 1975 dengan Area Licencing Scheme (ALS) yang pada
awalnya merupakan suatu sistem dimana kendaraan yang masuk kawasan ALS
diwajibkan berpenumpang 4 atau lebih dan kalau kurang dari itu pengendara wajib
membayar Sing $ 3 untuk setiap kali masuk pada jam pembatasan lalu lintas
diterapkan atau dapat dilakukan dengan pembayaran bulanan sebesar Sing $ 60.
Untuk mengawasi sistem ini, disetiap akses masuk ke kawasan yang dikendalikan
ditempatkan dua orang petugas yang memperhatikan stiker pembayaran road pricing
ini, bila ada kendaraan yang tidak memiliki stiker ataupun stiker telah
kedaluwarsa maka masing-masing petugas mencatat nomor kendaraan, nomor ini
kemudian dicocokkan kembali antara kedua petugas. Bila kedua petugas mencatat
nomor kendaraan yang sama maka kendaraan tersebut akan mendapatkan kiriman
denda yang harus dibayarkan pemilik kendaraan.
Sistem ini kemudian diperbaharui menjadi Electronic Road Prizing
(ERP) pada tahun 1998 untuk mengatasi permasalahan pencacatan manual yang
dilakukan oleh petugas serta memerlukan tenaga pencatat yang besar. Pada sistem
ini digunakan perangkat gerbang electronic yang menangkap sinyal yang
dipancarkan dari Unit di Kendaraan yang dilengkapi dengan kartu prabayar. Unit
yang berada didalam kendaraan ini kemudian mengurangi nilai uang yang ada
didalam kartu prabayar tersebut setiap kali melewati gerbang elektronik.
Keberhasilan Singapura dalam menerapkan retribusi pengendalian
lalu lintas dianggap sebagai keberhasilan dalam pengendalian permintaan lalu
lintas kesuatu kawasan yang kemudian diikuti oleh beberapa kota didunia seperti
kota Bergen di Norwegia pada tahun 1986, di London pada tahun 2003, Stockholm
di Swedia dan beberapa kota lainnya. Pada saat akan menerapkan sistem ini di
Stockholm didahului terlebih dahulu dengan referendum untuk menerima pendapat
masyarakat dalam menerapkan sistem ini.
Ada beberapa bentuk yang
sekarang dikembangkan dan sudah digunakan untuk melakukan pengendalian lalu
lintas. Menurut Bambang Susantono dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)
yang sekarang menjabat Wamen Perhubungan bentuk-bentuk tersebut berupa:
1. Road toll (fixed rates)
merupakan metode road pricing dalam bentuk Pengenaan biaya atas penggunaan
jalan-jalan tertentu dengan tujuan untuk mendanai investasi pembangunan jalan
tersebut secara keseluruhan atau sebagian dari seluruh investasi.
2. Congestion pricing
merupakan Pengenaan biaya yang didasarkan atas kepadatan lalu lintas, jika lalu
lintas padat maka biaya yang dikenakan akan tinggi, namun sebaliknya jika lalu
tidak padat maka biaya yang dikenakan akan rendah.
3. Cordon fees merupakan
pengenaan biaya atas penggunaan jalan-jalan dikawasan tertentu, dipungut pada
saat memasuki kawasan tersebut, seperti yang dilakukan di Singapura.
4. Distance based fees
merupakan pungutan yang dikenakan kepada pengguna jalan yang besarnya
tergantung jarak yang ditempuh.
5. Pay as you drive
merupakan salah satu pendekatan terbaru dimana setiap kendaraan dilengkapi
dengan perangkat elektronik (GPS dan telekomunikasi) dan kendaraan tersebut
harus membayar sejumlah uang tertentu berdasarkan seberapa jauh kendaraan
tersebut berjalan. Untuk itu disiapkan pusat kendali yang dilengkapi dengan
perangkat pemantau perjalanan setiap kendaraan. Untuk mengatasi kemana saja
suatu kendaraan berjalan maka pengelola merahasiakannya.
Dengan
diundangkannya Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, dalam pasal 133 ayat (3) dicantumkan bahwa: Pembatasan Lalu Lintas dapat
dilakukan dengan pengenaan retribusi pengendalian Lalu Lintas yang
diperuntukkan bagi peningkatan kinerja Lalu Lintas dan peningkatan pelayanan
angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian penerapan Retribusi Pengendalian lalu Lintas sudah dapat diterapkan di
Indonesia. Jakarta merupakan kota pertama di Indonesia yang sedang
mempersiapkan skema retribusi pengendalian lalu lintas dalam rangka melancarkan
arus lalu lintas dan sekaligus dapat mengurangi pemborosan akibat kemacetan
yang cukup significant.
Sedang untuk jalan tol telah dimulai pada Jalan Tol Jagorawi yang
merupakan jalan tol pertama di Indonesia yang mulai dibangun pada tahun 1973,
menghubungkan Jakarta - Bogor - Ciawi sepanjang 60 km dan diresmikan pertama
sekali pada bulan Maret 1978 oleh Presiden Suharto yang kemudian dilanjutkan
dengan berbagai jalan tol lainnya dan pada tahun 2009 telah mencapai 692 km yang masih jauh dari kebutuhan yang
diperkirakan sepanjang 3100 km.
0 komentar:
Posting Komentar