Bagi masyarakat pedalaman Kalimantan, sungai adalah berkah. Jika di Pulau Jawa sungai hanyalah sarana penggelontoran air hujan dan pembuangan limbah, di pulau yang bernama lain Borneo ini sungai adalah urat nadi perekonomian bagi Masyarakat.
Salah satu wilayah pedalaman Kalimatan yang hanya bisa mengandalkan sungai sebagai akses transportasinya ke wilayah lain adalah Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Propinsi Kalimantan Barat. Masyarakat kecamatan yang berada di sekitar perbatasan Indonesia-Malaysia ini pada tahun 2011 hanya berpenduduk 8 ribu orang pada wilayah seluas 360 km persegi. Dalam kesehariannya, penduduk kecamatan yang berjarak lebih dari 300km dari pusat pemerintahan Propinsi Kalimantan Barat ini bekerja mengolah lahan perkebunan. Mereka bertani, memananam palawija dan beberapa komoditi lain untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Untuk memenuhi kebituhan hidupnya yang lain, mereka menjual hasil kebun berupa sayuran, jagung, lada da karet ke pasar Seluas yang merupakan pusat perekonomian terdekat dari wilayah mereka.Mereka datang menggunakan perahu motor tempel, membawa hasil bumi dan menjualnya untuk dibelikan pakaian, mie instan, gula, garam, ikan asin dan sebagainya. Bantuan pemerintah untuk transportasi mereka adalah berupa dermaga sungai berbentuk tangga yang terbuat dari kayu. Itupun masih berupa dermaga darurat yang kurang aman pada saat sungai peluap.
Dari Pasar Seluas ini, sebagian penduduk yang akan melakukan perjalanan lanjutan dapat langsung naik kendaraan umum, karena berdekatan dengan pasar tersebut terdapat terminal yang melayani angkutan darat ke Bengkayang, Singkawang dan Pontianak. “setiap hari ada sekitar 20 perahu yang datang membawa sayuran, jagung, lada dan karet ke sini untuk dijual kemudian dibelikan barang kebutuhan rumah tangga” Demikian kata Pak Yohanes, yang menjadi Kepala UTP Terminal Seluas, yang merupakan simpul moda transportasi paling ujung di Kabupaten Bengkayang dan Propinsi Kalimantan Barat ini. Beliau sangat mengetahui keadaan tersebut, karena lokasi tambatan perahu masyarakat hanya beberapa meter saja dari terminal dan Pasar Seluas. Menurut beliau, setidaknya 10 orang setiap hari yang datang dan melanjutkan perjalanannya ke kota, antara lain untuk kegiatan pemerintahan, pendidikan, berobat dan keperluan lainnya.
Minimnya infrastruktur transportasi darat ke wilayah kecamatan yang berpenduduk tahun 2010 sekitar 8.000 jiwa ini memaksa mereka menggunakan jalur sungai untuk mencapai wilayah lain terdekatnya. Luasnya wilayah dengan jarangnya populasi penduduk menyebabkan kebutuhan infrastruktur kurang terperhatikan, baik oleh pemerintah daerah maupun oleh pemerintah pusat. Akses jalan darat yang hanya bisa dilalui sepeda motor, menyebabkan masyarakat melupakan akses jalan tersebut karena untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sangat sulit untuk dilayani dengan kencaraan roda dua tersebut.
Ironisnya, kondisi minimnya akses transportasi darat ini kurang mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Rencana pembangunan jalan hanyanyalah terdapat dalam peta pembangunan jangka panjang yang masih belum jelas kapan terealisasinya.
Lihatlah pada gambar di atas, gas yang mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari adalah gas produk Malaysia yang memang sudah menjangkau kawasan itu. Itu adalah salah satu indikator bahwa mereka tidak dapat mengandalkan apapun dari pemerintah Indonesia……
oleh : Taryadi Sum
0 komentar:
Posting Komentar