Subscribe:

Kamis, 14 Juni 2012

Ada Apa di Balik Rencana Pembangunan Kalimantan Railways ??


Oleh : Niji No Saki (www.kompasiana.com/niji_no_saki)


Pagi ini ketika chatting dengan orangtua saya di Balikpapan, mereka bercerita tentang mega proyek pembangunan rel kereta api yang akan menghubungkan Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. “Berita bagus..” pikir saya, sudah saatnya Kalimantan punya transportasi masal seperti halnya Jawa dan Sumatera. Usaha pembangunan jalur trans kalimantan ini konon pernah dilakukan oleh pemerintah Belanda, namun ribuan kilometer hutan hujan tropis yang membentang 1,5 kali panjang pulau Jawa tersebut membuat proyek ini gagal dilakukan. Rintangannya dianggap terlalu besar pada saat itu.

Sejak RI merdeka, Kalimantan seperti halnya daerah-daerah timur Indonesia lainnya, adalah daerah yang terlupakan. Segala macam hasil tambang diangkut dari dalam perutnya namun sedikit sekali masyarakat menikmati hasilnya. Baru ketika otonomi daerah diberlakukan ekonomi dan dinamika sosial mulai bergeliat. Hal ini menghantarkan kota-kota seperti Balikpapan dan Bontang diminati para pencari kerja dari seluruh Indonesia.

Jakarta Post tanggal 8 Februari 2012 memberitakan bahwa perusahaan kereta api Rusia Joint Stock Company (JSC) Russian Railway menandatangani MoU dengan pemerintah Kaltim untuk membangun jalur kereta api sepanjang 243 Km yang akan menghubungkan kab. Murung Raya di Kalteng dengan Balikpapan di Kaltim dengan nilai investasi sebesar US$ 2,4 miliar (sekitar Rp 21,6 triliun).  Pembangunannya akan dimulai di tahun 2013. Dalam paparannya, direktur Kalimantan Rail, Andrey Shigaev menyatakan bahwa Rusia memiliki pengalaman puluhan tahun mengembangkan infrastruktur perkeretaapian. Ia juga menjamin bahwa teknologi negaranya tak kalah dengan bangsa-bangsa lain, “Ini seperti (senjata) Kalashnikov tapi di atas rel. Teknologinya bisa diandalkan, murah dan mudah dalam pemeliharaannya.”

Rusia adalah salah satu negara dengan luas tanah terbesar di dunia. Ia terkenal dengan rel kereta api terpanjang di dunia, Trans-Siberian Railway yang membentang lebih dari 9200 Km dari Moscow di ujung barat hingga Vladivostok di tepi Pasifik yang pembangunannya dimulai di abad ke-19. Selain itu, Rusia juga dikenal sebagai eksportir utama fuel di Eropa. Ia memiliki cadangan natural gas terbesar di dunia dan peringkat ke-8 dalam cadangan minyak. Sebagian besar stasiun pengisian bensin di Eropa adalah milik Rusia. Pasca kolapsnya Uni Soviet, Rusia tetap menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.

Gelontoran investasi Rusia di Kalimantan ini ternyata bukan satu-satunya, Selasa lalu (7/2/2012) pemerintah juga meneken MoU dengan investor asing asal Uni Emirat Arab, Ras Al Khaimah untuk membangun rel sepanjang 135 Km dari Muara Wahau ke Bengalon, Kutai Timur dengan nilai investasi US$ 560 juta (sekitar Rp 5 triliun). Eiitssss…jangan keburu senang dulu, kereta api tersebut teryata bukan untuk angkutan penumpang melainkan untuk batu bara.

Pastinya anda menyadari bahwa setiap pembangunan membutuhkan infrastruktur. Untuk menghubungkan daerah-daerah terpencil di Indonesia pemerintah mungkin tidak memiliki cukup dana sehingga harus merangkul investor untuk itu. Namun perlu dipertanyakan, dengan nilai investasi yang sedemikian fantastis kira-kira timbal balik apa yang akan didapatkan investor?

Kalimantan adalah raksasa tambang. Minyak bumi, gas alam dan yang baru-baru ini menimbulkan mining frenzy, batu bara. Batu bara di Kalimantan dapat dengan mudah dieksploitasi dengan tambang terbuka; orang tak perlu sulit-sulit menggali sekian kilometer ke dalam tanah untuk mendapatkannya seperti di China. Tinggal mengeruk saja, maka emas hitam itu sudah tampak di depan mata. Itulah pula sebabnya kebakaran hutan di Kalimantan kerap terjadi dan sulit dipadamkan. Batu bara yg terdapat di permukaan tanah dengan mudahnya menyambar sumber panas dari lingkungan.

Saat ini kebanyakan orang mengenal Kaltim Prima Coal (KPC) sebagai salah satu pemegang lisensi eksplorasi dan pertambangan batu bara terbesar di wilayah ini, namun ternyata ada yang jauh lebih besar lagi, dalam 1-2 tahun ke depan akan masuk perusahaan mega tambang asal Ingggris, BHP Biliton. Tak tanggung-tanggung, mereka memegang 7 konsesi yang dikeluarkan pemerintah pusat. Besarnya? lebih dari 3x lipat konsesi milik KPC, mereka mendapat lisensi mengelola 355 ribu hektar atau sepadan dengan 5x lipat luas kota Samarinda. Dari 7 konsesi ini, BHP Biliton diperkirakan dapat meraup 775 juta ton batubara, atau 15x produksi KPC yang 48 juta ton. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi kaltim, Amrullah membenarkan hal ini, tahun ini BHP masih melakukan eksplorasi, “Eksploitasinya kemungkinan tahun depan. Izinnya dari pusat..” jelasnya. Lokasi konsesi BHP Biliton yang ‘kebetulan’ terletak di ujung rel, di Kutai Barat dan Murung Raya membuat saya berpikir, adakah pembangunan rel ini merupakan upaya memuluskan jalan eksploitasi tersebut? Jika perusahaan ini telah beroperasi, tentu tak perlu waktu lama bagi JSC Rusia untuk mendapatkan BEP-nya.

Selain itu ada fakta menarik, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) melalui wakilnya, Kahar Al Bahri mengemukakan bahwa Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Kab. Kutai Kartanegara (Kukar) membeludak di periode 2009-2011, bukan hanya jumlahnya namun juga luasnya. Jumlah IUP eksplorasi di tahun 2009 adalah 344 ribu hektare. Di tahun 2011, jumlah ini meningkat jadi 1,06 juta hektare. Pertambahan yang sangat luar biasa. “Bukan tidak mungkin, izin yang menembus 1 juta hektare di kabupaten ini tersebar di sekitar rel kereta api. Artinya ada aksi pengerukan batu bara yang luar biasa hebat sebentar lagi..” tambahnya.

Di atas kertas, investasi besar-besaran  memang mendatangkan keuntungan bagi negara, pun ia membuka ribuan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Namun apakah dampak yang ditimbulkannya sepadan dengan apa yang diterima oleh masyarakat kebanyakan? Mengenai rencana pembangunan kereta api ini, fungsi utamanya adalah pengangkut batu bara. Apa manfaat langsung yang bisa dirasakan rakyat? Dirjen Kemenhub Tundjung Inderawan mengatakan “Kereta api yang fokus mengangkut penumpang di dunia tidak ada yang untung. Paling banter sama. makanya harus ada subsidi silang, misalnya dengan angkutan barang atau batu bara.. Di tengah rutinitas mengangkut batu bara perusahaan memberikan jadwal khusus untuk mengangkut penumpang sebagai bentuk Corporate Social Responsibility (CSR)..” lanjutnya.

Nampaknya rencana eksploitasi ini sudah tinggal menunggu waktu, investor telah mengantongi ijin, MoU sudah diteken, dana siap digelontor dan kabar-kabarnya lahan sudah mulai dibebaskan. Namun ternyata tak semua orang setuju, Gubernur Kalteng Teras Narang menolaknya. Ia menegaskan bahwa kereta api pengangkut batu bara tsb akan meninggalkan bencana bagi rakyat Kalteng terutama di wilayah aliran S. Barito. Pasalnya daerah yg rencana akan dibangun itu berada pada kawasan hutan lindung di pegunungan Muller-Schwanner, Kab. Murung Raya yang berfungsi sebagai daerah resapan air.

Kekuatiran gubernur Kalteng ini sangat masuk akal. Semua orang Kalimantan yang tinggal di sekitar area penambangan juga tahu dampak kerusakan lingkungan yang ditinggalkan begitu saja oleh pengusaha ketika tambang sudah habis. Lubang-lubang bekas galian menganga sebesar danau tak jarang memakan korban. Air sungai pun tercemar akibat limbahnya. Reklamasi? Omong kosong…entah sudah berapa ribu hektar hutan yang telah dibabat habis dan ditinggalkan begitu saja. Akibatnya banjir pun kerap melanda pemukiman penduduk. Bukan itu saja, infrastruktur publik kerap menjadi korban. Berkunjunglah ke kota Samarinda atau Tenggarong, jalan rusak terbentang akibat aktivitas penambangan ini. Masih kurang? Jembatan pun kerap ditabrak oleh tongkang batu bara. Jembatan Mahakam I di Samarinda (bukan yg runtuh tahun lalu) tercatat pernah 6x ditabrak tongkang. Baru-baru ini jembatan Kalahien di Kalteng juga mengalami hal yang sama. Ini hanyalah sedikit dari sederet dampak negatif penambangan batu bara di Kalimantan, setelah sekian tahun dieksploitasi ternyata rakyat tak kunjung merasakan manfaatnya. Lihat saja Kutai Kartanegara yang dikenal sebagai kabupaten terkaya di Indonesia karena batu bara, ironisnya kasus gizi buruk di wilayah ini adalah yang terburuk di Kaltim.

Sebelum mega eksploitasi asing ini berjalan, pemerintah pusat dan daerah saja begitu tidak bergigi dalam menghadapi ulah pengusaha batu bara yang kerap merugikan masyarakat dan merusak lingkungan, lalu bagaimana mereka akan menghadapi kekuatan modal asing yang demikian masif? Tidak belajarkah pemerintah dari kasus Freeport, juga pada berbagai konflik sosial berujung pada kekerasan antara masyarakat dan penanam modal di seluruh Indonesia?  Pemberian ijin konsesi yg sedemikian luasnya tsb membuat saya mengelus dada, apalagi infrastruktur pendukungnya juga jatuh ke tangan asing. Mengapa dengan mudahnya menjual aset? Jika tak punya dana pun, tak bisakah pemerintah kita melibatkan BUMN atau perusahaan konstruksi lokal dalam pembangunannya? Setidaknya kita punya andil dalam mengelola dan membangun, tidak hanya sekedar memasrahkan begitu saja.

Batu bara memang selalu jadi rebutan. Sebelum investor asing seperti BHP Biliton masuk pun begitu banyak pengusaha lokal yang mencoba meraup untung darinya. Saya kira semua orang yang pernah berbisnis batu bara tahu bahwa ada jaringan mafia kuat di dalamnya. Begitu kuatnya hingga saat Dahlan Iskan masih menjabat sebagai Dirut PLN, beliau pernah mengemukakan betapa sulitnya PLN mendapatkan batu bara hingga harus membelinya dengan harga internasional. Sungguh ironis, rakyat Kalimantan literally hidup di atas tumpukan batu bara namun daerahnya mengalami krisis energi terparah di Indonesia. Penyebabnya adalah karena sebagian besar perusahaan batu bara lebih memilih mengekspor batu bara ke China dan India ketimbang memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Saya terpekur, sejenak melirik perut yang kian hari kian membuncit. “Duhai nak, apa yang generasi kami bisa tinggalkan untukmu 20 tahun mendatang?”

Sumber:
Kaltim post edisi cetak
»»  READMORE...

Selasa, 12 Juni 2012

Teknik Sipil Untan Menjawab Permasalahan Infrastruktur


PONTIANAK – Pertumbuhan Pontianak sebagai kota kian menggeliat. Dampak ikutannya akan timbul, yakni permasalahan perkotaan. Beberapa akademisi Universitas Tanjungpura memprediksi akan timbul permasalahan infrastruktur, baik bangunan maupun infrastruktur kawasan. Persoalan infrastruktur seperti kemacetan lalu lintas, keruntuhan jembatan maupun bangunan harus dikaji agar tidak terlambat. Hal ini dibahas dalam Seminar Bulanan Hasil Penelitian pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak pada awal Juni 2012 yang lalu, yang dipaparkan hasil penelitian bidang transportasi oleh Rudi S. Suyono dan Elsa Tri Mukti serta bidang struktur oleh Ir. Elvira PhD yang juga merupakan Ketua Pengelola Program Magister Teknik Sipil Untan.
Menurut Ketua Jurusan Teknik Sipil Untan, Ir. Siti Mayuni, MT,  diharapkan melalui seminar ini hasil - hasil penelitian dosen di Jurusan Teknik Sipil dapat disebarluaskan dan dapat memberi konstribusi dalam menjawab permasalahan - permasalahan infrastruktur ketekniksipilan sedemikian hingga dapat memberi konstribusi yang positif bagi pengembangan keilmuan di bidang Teknik Sipil khususnya dan bagi pembangunan daerah / nasional dan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat pada umumnya.


Transportasi Perkotaan Kian Rumit dan Upaya Penanggulangannya dengan TDM

Dosen Fakultas Teknik Untan, Rudi S. Suyono dan Elsa Tri Mukti dalam penelitian  pada kelompok kajian transportasi menawarkan konsep Transport Demand Management (TDM) atas permasalahan lalu lintas di kota ini. Konsep TDM dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk memengaruhi perilaku perjalanan agar mengurangi atau mendistribusi ulang permintaan perjalanan. “Strategi penerapan TDM terbagi atas dua konsep dasar yaitu push strategy (pemberlakuan intensif negatif) dan pull strategy (pemberian insentif positif),” kata Rudi, kemarin.

Dipaparkannya, pemberlakuan intensif negatif bersifat memaksa, seperti pelaksanaan jalur tertib lalu lintas, sistem pajak kendaraan progresif, perbaikan manajemen dan pembatasan parkir di badan jalan serta pengetatan retribusi parkir termasuk road pricing. Sementara pemberian insentif positif, bersifat menarik pengguna untuk mengubah moda pergerakan seperti pembangunan jalur khusus sepeda, pejalan kaki dan angkutan umum. “Termasuk pemberian subsidi pada angkutan umum dan penggunanya,” jelasnya.

Hasil penelitian Rudi, Pontianak adalah kota yang cukup maju dengan jumlah penduduk dan kepemilikan kendaraan yang besar. Perkembangan ini berdampak pada permasalahan transportasi, khususnya lalu lintas di jalan. Pertumbuhan kendaraan yang tinggi mencapai 17 persen per tahun. Hal itu tidak seimbang dengan pertambahan panjang jalan dan penyediaan prasarana pendukung lainnya yang sangat kecil.

“Kondisi ini berdampak pada munculnya gejala kemacetan, kecelakaan dan berbagai masalah lalu lintas lainnya, “ katanya.

“Pembangunan prasarana mahal dan ketersediaan ruang yang terbatas sementara pembangunan prasarana tidak efektif memecahkan masalah,” tambah Rudi. Model penanganan dengan TDM bersifat jangka panjang, namun cukup murah karena dapat dilakukan subsidi silang antara strategi pemberlakuan intensif negatif dan positif. 

“Dengan begitu diharapkan mampu menciptakan kota dengan sistem transportasi berkelanjutan dan kota layak huni secara berkesinambungan,” ungkapnya.

Antisipasi Man Made Hazards Pada Infrastruktur 

Dosen Jurusan Teknik Sipil Untan lainnya, Elvira menyampaikan konsep keamanan infrastruktur man made hazards. “Man made hazards adalah beban atau bahaya yang diakibatkan oleh manusia, biasanya dikategorikan sebagai beban tidak normal dan tidak lazim diperhitungan dalam perencanaan suatu infrastruktur seperti gedung dan jembatan. Permasalahan man made hazards ini menjadi hangat kembali setelah runtuhnya gedung kembar WTC di Amerika” katanya.

Elvira menyayangkan, man made hazards belum mendapat perhatian serius para ahli dan perencana infrastruktur di Indonesia. Sehingga infrastruktur yang dibangun dengan biaya besar keamanannya menjadi rawan. “Untuk mengamankan infrastruktur termasuk barang-barang yang ada di dalamnya serta keselamatan penghuninya, man made hazards sangat penting. Pembangunan di Kota Pontianak juga mesti memperhatikannya,” kata Ketua Program Magister Teknik Sipil Untan itu.(hen)



»»  READMORE...

Selasa, 05 Juni 2012

SUBSIDI BBM DAN NASIB ANGKUTAN UMUM

”… Subsidi (BBM) bisa mencapai 30% dari anggaran negara. Artinya sama saja kita menjadi negara komunis terbesar di dunia. Hanya negara komunis yang menyubsidi satu komoditasnya 27% dari APBN.  Dan hari ini tidak ada negara di dunia yang begitu …,” tandas mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada buku Berbekal Seribu Akal, Pemerintahan dengan Logika (2007).

Subsidi BBM, Bagai Pisau Bermata Dua

Terlepas dari konteks ideologis semacam itu, membiarkan melambungnya subsidi bahan bakar minyak (BBM) adalah sebuah ketidakadilan. Bukan saja pada konteks ekonomi, sosial, kebijakan energi makro, lingkungan global, tetapi juga tidak adil dari sisi manajemen transportasi.Pada konteks manajemen transportasi, tingginya subsidi BBM jelas menimbulkan multidistorsi yang amat serius. Pertama, melambungkan penggunaan kendaraan pribadi. Contohnya di Jakarta, saat ini 98% mobilitas warga Kota Jakarta menggunakan kendaraan pribadi dan hanya 2% yang menggunakan angkutan umum.

Kini tak kurang dari 7,5 juta unit kendaraan pribadi bercokol di Jakarta, 4,5 juta di antaranya adalah sepeda motor. Padahal, eksternalitas tingginya penggunaan kendaraan pribadi sangat kentara: kemacetan, polusi, dan tingginya angka kecelakaan. Pada tahun 2011 tercatat 935 orang meninggal di jalan raya Jakarta (Ditlantas Polda Metro Jaya). Secara nasional, jumlah manusia Indonesia yang meninggal di jalan raya mencapai 31.000 per tahun atau sekitar 86 orang per hari.

Mayoritas yang mengalami kecelakaan dan meninggal dunia adalah pengguna sepeda motor (76%). Kedua, eksternalitas yang paling konkret terhadap tingginya subsidi BBM di bidang transportasi adalah terbengkalainya pengelolaan angkutan umum. Terbengkalai karena pemerintah menjadi malas mengembangkan sarana transportasi publik yang nyaman, aman, dan manusiawi.

Wajah transportasi umum di Indonesia begitu buruk, bahkan mengerikan karena acap terjadi kriminalitas yang paling barbar: pembunuhan dan atau pemerkosaan. Wajar kalau kemudian secara perlahan tetapi pasti warga tidak berminat menggunakan angkutan umum dan kemudian meninggalkannya. Di Jakarta, pada 2005 kepeminatan warga Jakarta dalam menggunakan angkutan umum masih38%, tetapi pada data 2010 kepeminatan itu turun drastis, hanya 11,5%.

Sebagai kota metropolitan,tidak terlalu salah jika Jakarta diberi gelar ”kota primitif”. Pasalnya,hingga detik ini Jakarta tak punya sarana angkutan umum missal yang manusiawi. Keberadaan Transjakarta yang dulu digadang-gadang sebagai sarana angkutan umum yang mengusung budaya baru masih jauh panggang dari api.Transjakarta belum mampu mewujudkan dirinya sebagai angkutan (semi massal) yang andal, terutama dari sisi waktu tempuhnya.

Justru yang dominan terdengar di telinga publik,Transjakarta sering menabrak penyeberang jalan, mogok tanpa sebab, bahkan meledak dan terbakar! Namun, kenaikan harga BBM juga menjadi dilema bagi pengelolaan angkutan umum. Di satu sisi, akibat kenaikan harga BBM, pengusaha angkutan mesti menaikkan tarifnya. Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengusulkan agar kenaikan tarif angkutan umum minimal 35–50%. Boleh jadi besaran usulan kenaikan tarif itu sangat rasional.

Namun besaran usulan itu justru bisa menjadi bumerang bagi angkutan umum itu sendiri. Kenaikan harga BBM yang diikuti kenaikan tarif angkutan umum menjadi sarana efektif bagi warga untuk meninggalkan angkutan umum. Untuk apa menggunakan angkutan umum yang pelayanannya jelek, macet, berpotensi dijambret atau bahkan diperkosa, lebih baik menggunakan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor.

Saat ini, di seluruh Indonesia, tak kurang dari 62 juta sepeda motor yang dijadikan sarana angkutan alternatif bagi masyarakat. Dari 62 juta unit tersebut, lebih dari 70% bercokol di perkotaan. Apalagi jika harga BBM untuk sepeda motor tidak dinaikkan, migrasi ke sepeda motor akan makin marak. Yang pertama kali terpukul oleh maraknya migrasi ini adalah angkutan umum. Jika fenomena ini benar-benar terjadi, selain ditandai matinya angkutan umum, juga ditandai tingginya angka kecelakaan dan polusi di area perkotaan.

Perbaikan

Jadi, menaikkan harga BBM dalam konteks manajemen transportasi merupakan kebijakan yang tepat. Namun, hal ini harus dibarengi dengan perbaikan infrastruktur transportasi yang andal dan manusiawi. Oleh karena itu, seiring dengan pengurangan dan pencabutan subsidi BBM, mutlak hukumnya bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan radikal pada pengelolaan angkutan umum di kota-kota besar.

Alihkan dana kenaikan harga BBM untuk membangun sarana angkutan massal cepat dan sarana infrastruktur transportasi lain. Terwujudnya sarana transportasi yang aman, nyaman, dan manusiawi akan mendorong pengguna kendaraan pribadi berpindah (migrasi) menjadi pengguna kendaraan umum. Sebaliknya, kendati harga BBM setinggi langit, tanpa adanya fasilitas kendaraan umum yang manusiawi, penggunaan kendaraan pribadi akan kian meledak, sementara eksistensi angkutan umum akan makin tergusur,mati suri.

Jika fenomena itu terus dibiarkan,kota-kota besar kian terpolusi, angka kecelakaan lalu lintas meningkat tajam, dan pendapatan masyarakat tergerus dengan sempurna. Sudah saatnya pemerintah menelurkan kebijakan adil dan berkesinambungan di bidang transportasi. Bukan malah sebaliknya: melanggengkan pelanggaran hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan sarana transportasi publik yang nyaman, aman, dan manusiawi.

***
Tulus Abadi, Anggota Pengurus Harian YLKI
(Dimuat di koran Seputar Indonesia, 28 Maret 2012)

»»  READMORE...

Transportasi Masa Depan, Kapsul Lintas Benua Supercepat

Coba saja kita memiliki 'pintu Doraemon', dalam sekejap mudah saja berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Beberapa jam lalu anda masih menikmati keliling kota di Manhattan, New York dan wuzz...kurang dari setengah jam kita sudah berpose di dekat Tembok Besar Cina.

Jangan bilang itu cuma mimpi Meski mungkin tak secepat ala pintu Doraemon, kini ada ide revolusioner dalam bidang transportasi yang layak ditunggu. Istimewanya, teknologi ini memungkinkan keliling dunia bisa ditempuh dalam waktu enam jam saja.

Teknologi itu bernama Evacuated Tube Transport (ETT), Moda  transportasi lintas benua ini bukan transportasi udara supercepat, melainkan semacam tabung dengan rel khusus yang nir-gesekan (tanpa gesekan). Perancangnya mengklaim teknologi ini super aman, sangat murah, dan lebih tenang dari kereta api atau pesawat terbang.

Menggunakan tabung hampa udara dengan enam kursi, gerbong sebesar 183 kg ini dirancang untuk mencapai kecepatan fenomenal hingga 4.000 mph (6.500 km/jam), dengan menggunakan energi jauh lebih sedikit daripada metode transportasi konvensional.

Tabung ini memungkinkan penumpang untuk melakukan perjalanan dari New York ke Los Angeles hanya dalam 45 menit, dari New York ke Cina hanya dalam dua jam, atau keliling dunia hanya dalam enam jam.

Para desainer di belakang ETT percaya bahwa sistem mereka lima puluh kali lebih cepat dari mobil listrik atau kereta api tercepat. Melalui jalur khusus Personal Rapid Transit, 'gerbong' berbentuk kapsul ini akan melesat bak lalu lintas di internet. Pembangunan jalur itu juga diklaim hanya seperempat biaya jalan raya dan sepersepuluh dari biaya pembangunan rel kereta api supercepat.

Namun sayangnya, hingga kini belum ada pihak yang berminat mengembangkannya. Teknologi bernama dagang Evacuated Tube Transport ini pertama diciptakan oleh insinyur mekanik Daryl Oster di tahun 1990-an awal dan pada tahun 1997 ia mendapatkan paten untuk teknologi ini.

Sejak itu ia telah berhasil membangun konsorsium pemegang lisensi untuk membantunya mengembangkan sistem ETT. Namun, meskipun penawaran untuk beberapa proyek infrastruktur publik telah dilakukan sejak saat itu, terakhir di Korea, teknologi ini belum juga 'lepas landas'.



»»  READMORE...